“Seorang guru SD paruh baya masuk kelas, dan spotan ketua kelas berteriak, “Siap beri hormat!”, maka para murid berdiri untuk untuk menghormati kedatangan gurunya”.
Mungkin inilah adat dan tradisi adab yang diajarkan kepada kita dan ditanamkan sejak kecil. Kemudian adab ini terus berlanjut, sehingga jika ada bos, pimpinan atau presiden datang menghadiri suatu pertemuan maka disambut dengan berdiri bahkan terkadang diiringi dengan tepuk tangan. Tahukah kita ternyata tradisi adab yang disangka mulia ini sangat bertentangan dengan islam. Mari kita telaah tentang hal ini.
Agama islam tidak menghapuskan semua adat dan tradisi
Sebagai pengantar pembahasan, sebaiknya kita tahu bahwa Agama islam sangat menghormati tradisi yang ada dimasyarakat. Apabila sesuai dengan ajaran islam maka adat dan tradisi tersebut dilestarikan bahkan menjadi patokan dalam hukum. sehingga ada kaidah dalam ushul fiqh,
العادة محكمة
“Adat dapat menjadi patokan dalam hukum”
Dan salah satu cabang kaidah ini,
استعمال الناس حجة يجب العمل بها
“Yang sering digunakan oleh manusia adalah hujjah wajib beramal dengannya”
Syaikh Dr. Muhammad Al-Burnu Hafizohulloh menjelaskan makna kaidah ini, Adat manusia jika tidak menyelisihi syari’at adalah hujjah dan dalil, wajib beramal dengan konsekuensinya karena adat dapat dijadikan hukum”. (Al-Wajiz fi idhohi qowa’idi fiqhil kulliyah hal 292, cetakan kelima, Muassasah Risalah)
Syaikh As-Sa’diy Rohimahullohu membawakan contoh kaidah, “Merujuk pada mahar “mistl” [yaitu mahar yang menjadi adat masyarakat] bagi orang yang wajib membayar mahar dan tidak menyebut mahar atau menyebut mahar yang faasidah/yang tidak sah” (Al-Qowa’idu wal ushulul jamia’ah hal 55, cetakan kedua, Darul Waton)
Dan masih banyak contoh adat dan tradisi yang terus dilestarikan oleh islam seperti memuliakan tamu, menebus nyawa dengan 100 ekor unta, perbudakan dan lain-lain. Beberapa adat dan tradisi di Indonesia yang sesuai dengan islam atau masih di tolelir dalam islam misalnya mahar yang tidak terlalu mahal [bandingkan dengan orang-orang Arab yang maharnya bisa sampai ratusan juta rupiah sehingga sangat susah jika ingin menikah] dan memakai sarung ketika sholat.
Haramnya berdiri untuk menghormati seseorang
Hal ini mendapat ancaman neraka, Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من أحب أن يمثل له الرجال قياما فليتبوأ مقعده من النار
‘
“Barangsiapa yang suka seseorang berdiri untuknya, maka persiapkanlah tempat duduknya di neraka”. (HR. Abu Dawud: 5229, At-Tirmidzi: 2753, Ahmad 4/93, Al-Bukhari dalam Al-Adabul-Mufrad :977dan Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashbahaan 1/219; dishahihkan oleh syaikh Al-Albani dalam Silsilah Shohihah I/627)
Syaikh Muhammad Lukman As-Salafi Rohimahullohu menjelaskan hadist ini, “ Dalam hadist ini terdapat larangan berdiri untuk menghormati seseorang yang masuk ke majelis, yaitu orang yang duduk berdiri tegak karena ada yang datang kepada mereka untuk memuliakan dan mengagungkannya”. (Rosyyul barod syarhu Adabil mufrod hal 525, cetakan pertama, Darud Da’i lin nasyri wat tauzi’)
Bahkan Rasulolloh shallallaahu ‘alaihi wa sallam membencinya sebagaimana disebutkan dalam hadits Anas bin Malik Radhiallahu ‘anhu , di mana ia berkata,
ما كان شخص أحب إليهم رؤية من النبي صلى الله عليه وسلم وكانوا إذا رأوه لم يقوموا إليه لما يعلمون من كراهيته لذلك
“Tidak ada seorang pun yang lebih mereka (para shahabat) cintai saat melihatnya selain Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Namun jika melihat beliau, mereka tidak pernah berdiri karena mereka mengetahui kebencian beliau atas hal itu”. (HR. Al-Bukhari Al-Adabul-Mufrad: 946, At-Tirmidzi: 2754 dan Asy-Syamaail:335, Ibnu Abi Syaibah 8/586, Ahmad 3/132 & 134 & 151 & 250, Abu Ya’laa no. 3784, Ath-Thahawiy dalam Syarh Musykilil-Atsar no. 1126, dan yang lainnya; shahih).
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu Hafizohulloh berkata, “Dipahami dari dua hadist ini bahwa seorang muslim yang suka dihormati oleh manusia dengan berdiri ketika memasuki suatu majelis mendapat ancaman masuk neraka, dan para sahabat radhiallohu anhum sangat mencintai Rasululloh shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi jika mereka melihat Rasulolloh shallallaahu ‘alaihi wa sallam datang, mereka tidak berdiri menghormati beliau, karena mereka mengetahui kebencian rasul shallallaahu ‘alaihi wa sallam terhadap berdiri untuk menghormatinya” (Minhaj firqotun najiah wa thoifatul manshuroh hal 127, Darul Haromain)
Kita juga jangan ikut berdiri yang diharamkan
Karena membiasakan hal ini akan membuat orang yang biasa dihormati akan suka dengan hal ini. Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu Hafizohulloh berkata, “Pengulangan berdiri untuk mengormati seorang alim [guru atau ustadz, pent] atau orang yang masuk akan menimbulkan pada diri keduanya rasa cinta terhadap penghormatan dengan berdiri, di mana tidak terdapat perasaan gelisah pada dirinya, dan mereka yang berdiri merupakan pembantu bagi syaitan dalam memberikan rasa cinta penghormatan berdiri bagi yang datang, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
و لا تكووا عون الشيطان على اخيكم
“Janganlah kalian menjadi penolong setan atas saudara kalian” [HR. Bukhari:6781] (Minhaj firqotun najiah wa thoifatul manshuroh hal 128, darul haromain)
Dan jangan pula kita saling membantu dalam dosa dan maksiat, Alloh Azza wa Jalla berfirman,
وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. (Al-Maidah:2)
Berdiri yang disyariatkan
Ada beberapa hadist shohih yang menunjukkan bolehnya berdiri menyambut yang datang, akan tetapi hal ini berbeda dengan berdiri yang dilarang. Bahkan sebagian orang berdalil dengan haidts ini untuk membolehkan berdiri yang terlarang. Hal ini dikemukakan oleh Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu Hafizohulloh dalam Minhaj firqotun najiah wa thoifatul manshuroh;
1. Hadist Rosululloh shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyambut fatimah
عن عائشة قالت: كن أزواج النبي صلى الله عليه وسلم عنده. لم يغادر منهن واحدة. فأقبلت فاطمة تمشي. ما تخطئ مشيتها من مشية رسول الله صلى الله عليه وسلم شيئا. فلما رآها رحب بها. فقال “مرحبا بابنتي” ثم أجلسها عن يمينه أو عن شماله.
Dari ‘Aisyah ia berkata : “Suatu ketika para istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berada di sisi beliau tanpa ada seorang istri pun yang tertinggal. Maka datanglah Fathimah dengan berjalan kaki yang cara berjalannya tidak berbeda sedikit pun dengan cara berjalannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Setelah beliau melihatnya, beliau menyambutnya dengan mengucapkan : ‘Selamat datang putriku’” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 3623 dan Muslim no. 2450].
Disyariatkan Berdiri menyambut tamu untuk menemuinya dan memuliakannya dan yang berdiri hanya tuan rumah saja.
2. Hadist perintah rosululloh shallallaahu ‘alaihi wa sallam agar menolong sa’ad bin Mu’adz
قوموا إلى سيدكم
“Berdirilah menuju sayyid (pemimpin) kalian” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 6262, Muslim no. 1768, dan Abu Dawud no. 5215].
Dan diriwayat yang lain ada tambahan,
” فأنزلوه “
“Turunkan dia”
Asbabul wurud hadist ini diceritakan bahwa Sa’ad bin Mu’adz Rodhiallohu ‘anhu terluka dan Rosululloh shallallaahu ‘alaihi wa sallam memintanya untuk memberikan putusan hukuman kepada Yahudi, maka ia menunggangi keledai dan tatkala sampai Rosululloh shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kaum anshor dengan hadist di atas. Maka, ini adalah berdiri yang disyariatkan untuk membantu Sa’ad sayyid kaum Anshor dan Rosululloh shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat yang lain tidak ikut berdiri.
3. Hadist Tholhah Rodhiallohu ‘anhu menyambut ka’ab bin malik Rodhiallohu ‘anhu yang diterima taubatnya
وانْطَلَقتُ أَتَأَمَّمُ رسول الله صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يَتَلَقَّانِي النَّاسُ فَوْجاً فَوْجاً يُهَنِّئُونني بِالتَّوْبَةِ وَيَقُولُون لِي: لِتَهْنِكَ تَوْبَةُ الله عَلَيْكَ، حتَّى دَخَلْتُ الْمَسْجِدَ فَإِذَا رسول الله صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم جَالِسٌ حَوْلَهُ النَّاسُ، فَقَامَ طلْحَةُ بْنُ عُبَيْد الله رضي الله عنه يُهَرْوِل حَتَّى صَافَحَنِي وهَنَّأَنِي، واللَّه مَا قَامَ رَجُلٌ مِنَ الْمُهاجِرِينَ غَيْرُهُ،
“Dan aku berangkat menuju Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sementara orang-orang berbondong-bondong menemuiku, dan mengucapkan selamat atas taubat Allah untukku. Mereka mengucapkan : ‘Semoga taubat Allah atasmu membuatmu bahagia’. Hingga aku masuk masjid, ternyata Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sedang duduk dikerumuni orang-orang. Maka Thalhah bin ‘Ubaidillah radliyallaahu ‘anhu berlari-lari hingga menjabat tanganku. Demi Allah, tidak ada orang Muhajirin yang berdiri selain dia.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 4418, Muslim no. 2769, dan yang lainnya - lihat Riyaadlush-Shaalihiin hal. 40 no. 21].
Maka ini berdiri yang boleh karena memasukkan rasa gembira kepada orang yang sedih dan hanya sahabat tholhah yang berdiri menyambut.
Jika kita perhatikan maka semua hadist yang membolehkan berdiri menggunakan lafadz قام الى [qooma ila] sedangkan hadist yang melarang berdiri mengunakan lafadz قام له [qooma lahu]. Makna keduanya sangat berbeda, قام الى [qooma ila] bermakna bersegera menolong dan memuliakan sedangkan قام له [qooma lahu] bermakna berdiri ditempat dan mengagungkan. (Minhaj firqotun najiah wa thoifatul manshuroh hal 130-132, Darul Haromain)
Mengapa sekedar berdiri dilarang?
Hal ini dalam rangka saddu dzari’ah yaitu mencegah wasilah-wasilah/sarana yang bisa mengantar kepada sesuatu yang dilarang guna menolak terjadinya kerusakan. Karena berdiri yang dilarang bisa menyebabkan:
1. Sarana menyebabkan orang yang dihormati menjadi gila hormat dan menimbulkan rasa ujub dan sombong pada orang tersebut walaupun pada awalnya ia tidak merasa demikian.
2. Menghindari terjadinya kesyirikan karena pengagungan yang berlebihan, bisa jadi nanti pengagungan tersebut berlebihan sebagaimana yang dilakukan beberapa bangsa yang mengharuskan berdiri dan membungkukkan badan ketika pempinan atau raja datang. Karena kesyirikan adalah larangan terbesar dalam islam.
Penutup
Mungkin ada yang berpikir, masa’ hal sepele dan sekecil ini diatur-atur oleh agama islam. Maka kita katakan justru hal ini menunjukkan bahwa agama islam telah sempurna dan memberi petunjuk disegala macam segi kehidupan. Cukuplah jawaban sahabat Salman Al-Farisi Rodhiallohu ‘anhu kepada seorang musyrikin yang berkata,
“Sungguh nabi kalian telah mengajarkan segala sesuatu sampai-sampai perkara adab buang hajat sekalipun.” Salman menjawab: “Ya, benar…” (HR. Muslim No. 262)
Maka mari kita kembali kepada ajaran islam yang telah mengajarkan semua hal jika kita ingin selamat dunia dan akherat. Karena merupakan petunjuk langsung dari pencipta yang lebih mengetahui sebaik-baik petunjuk.
0 komentar:
Post a Comment